Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menegaskan akan mengambil tindakan terhadap tanah bersertifikat yang dibiarkan terlantar tanpa pemanfaatan selama dua tahun berturut-turut. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari kebijakan pemerataan akses lahan sekaligus memberantas praktik spekulasi dan meningkatkan ketahanan pangan nasional.
– Tanah yang Diatur:
– Berlaku untuk tanah dengan berbagai status hak, seperti Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), maupun hak milik dan hak pengelolaan.
– Definisi Tanah Terlantar:
– Tanah tidak dimanfaatkan, tidak dipergunakan, atau tidak dipelihara selama minimal dua tahun sejak diterbitkannya hak atau sertifikat.
– Dasar Hukum:
– Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar menjadi payung hukum utama atas kebijakan ini.

1. Identifikasi & Inventarisasi
– Tanah yang tidak digunakan akan diidentifikasi dan didata oleh BPN. Fokus utama biasanya pada tanah berskala besar milik korporasi maupun individu[3].
2. Peringatan Bertahap
– Pemilik tanah akan menerima tiga kali surat peringatan secara bertahap. Antara peringatan diberi jeda waktu untuk memberi kesempatan pemilik mengelola atau memanfaatkan kembali asetnya.
3. Evaluasi Lapangan
– Jika peringatan tidak diindahkan dan tanah tetap tak dimanfaatkan, dilakukan pemeriksaan lapangan untuk memastikan kondisi tanah
4. Penetapan Tanah Terlantar
– Setelah proses administratif, jika tanah tetap tak digunakan, statusnya diubah menjadi tanah terlantar dan hak atasnya dicabut negara.
5. Redistribusi Tanah
– Tanah yang telah diambil alih akan menjadi cadangan negara, digunakan untuk kepentingan reforma agraria, proyek strategis nasional, perumahan rakyat, maupun ketahanan pangan.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menegaskan, proses pengambilalihan ini **tidak dilakukan serta-merta**. Pemerintah memberikan waktu total hingga sekitar 587 hari sejak keluarnya surat peringatan pertama hingga tanah benar-benar dinyatakan sebagai tanah terlantar dan haknya dicabut. Proses ini diterapkan agar pemilik punya kesempatan mengelola kembali tanahnya sebelum akhirnya diambil negara.